Puluhan ribu Anggota KSPN datangi Istana Negara menuntut Pembatalan Undang Undang Cipta Kerja
Jakarta (1 Mei 2023), Hari Buruh Internasional (May Day), puluhan ribu Anggota KSPN melakukan long march menuju istana Negara untuk menyampaikan tuntutan pembatalan Undang- Undang Nomor 6 tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Nomor 2 tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-undang.
Massa aksi dari KSPN Nusantara terhenti di Kawasan Patung Kuda karena jalan menuju Istana negara ditutup dan dihadang kawat berduri dan dijaga ribuan aparat kepolisian.
Kawasan Patung Kuda, Jakarta menjadi padat oleh berbagai organisasi buruh yang melakukan aksi dalam rangka Hari Buruh Internasional.
Sejak pukul 09.30 WIB, organisasi buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN) sudah melakukan long march ke arah Patung Kuda, Jakarta Pusat.
Mereka tiba di depan Patung Kuda dan dari atas mobil komando, terdengar seorang orator mulai menyuarakan orasinya.
Salah seorang orator dari Federasi Kesatuan Serikat Pekerja Nasional (FKSPN) yang bergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN) berteriak lantang melalui mikrofon, menolak Undang-undang Cipta Kerja.
Sekjen FKSPN, Heru Budi Utoyo menjadi salah satu Orator dalam aksi May Day 2023
Heru Budi Utoyo selaku Sekjen FKSPN menjadi salah satu orator dalam aksi May day, menyerukan penolakan dan menuntut Pembatalan Undang-undang No 6 tahun 2023 yang dirasa menyengsarakan para buruh.
Dalam orasinya, Heru Budi Utoyo menyerukan,”Tolak Undang-undang Cipta Kerja, Batalkan Undang-undang Nomor 6 tahun 2023 yang menyengsarakan para buruh,” seru Heru.
“Pemerintah tidak sungguh-sungguh untuk memberikan perlindungan dan kesejahteraan bagi para buruh, terbukti dengan pemaksaan kehendak untuk membuat Undang-undang Cipta Kerja yang merugikan buruh, bukan hanya pemerintah, DPR RI juga sama saja, mereka tidak sedikitpun memperhatikan aspirasi buruh yang menolak Undang-undang Cipta Kerja termasuk PERPPU tentang Cipta Kerja, namun justeru Perppu tersebut disahkan menjadi undang-undang nomor 6 tahun 2023 yang telah mencederai para buruh,” tegas Heru.
“Bangsa yang besar adalah bangsa yang mau menghargai, melindungi, dan mensejahterakan para buruh di Indonesia, seharusnya pemerintah dan DPR RI memandang buruh adalah aspek terpenting yang memberikan keuntungan kepada negara Indonesia. Sudah kewajiban bagi pemerintah memberi jaminan kepada pekerja buruh Indonesia untuk dilindungi dan disejahterakan melalui kebijakan yang berpihak kepada buruh bukan sebaliknya,” jelas Heru.
Terlihat juga spanduk berukuran panjang berukuran 12 x 1 meter yang dibentangkan menutup ruas jalan sambil berjalan di barisan depan massa aksi May day bertuliskan “Batalkan Undang-undang Cipta Kerja yang menyengsarakan pekerja/buruh Indonesia”.
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN), Ristadi dalam wawancaranya menyampaikan, selain tuntutan pembatalan undang-undang Cipta Kerja, ada tuntutan lainnya yaitu mengenai sistem pengupahan.
Mereka menuntut adanya perbaikan sistem pengupahan guna memberikan jaminan kesejahteraan bagi para buruh di Indonesia. Hal itu diharapkan bisa beriringan dengan adanya penegakkan hukum ketenagakerjaan yang menjamin adanya perlindungan dan kesejahteraan bagi buruh. Selain itu, KSPN juga mendorong penghapusan impor barang tekstil dan produk tekstil (TPT) yang mengakibatkan puluhan ribu pekerja mengalami PHK. Jika kebijakan itu tidak dihentikan, mereka khawatir akan terjadi PHK lanjutan dalam jumlah yang lebih besar.
Selanjutnya, buruh juga mendesak pemerintah mencabut Permenaker 5/2023 tentang Penyesuaian Waktu Kerja dan Pengupahan Pada Perusahaan Industri Padat Karya Tertentu Berorientasi Ekspor yang Terdampak Perubahan Ekonomi Global.
“Karena Permenaker itu bukan solusi atas krisis industri TPT. Itu justru akan berpotensi menimbulkan diskriminasi dan kesenjangan sosial bagi buruh,” jelas Ristadi.
KSPN juga menuntut dilakukan audit kepatuhan hukum untuk seluruh perusahaan-perusahaan asing di Indonesia. Itu karena marak kasus kecelakaan kerja, pelanggaran aturan kerja, pemberangusan kebebasan berserikat, keributan, sampai perkelahian antara tenaga kerja asing dengan pekerja lokal yang berakhir dengan korban jiwa, pekerja lokal dipenjarakan, hingga pekerja dalam bekerja diliputi rasa takut.
“Pemerintah harus tegas perusahaan asing tersebut, patuhi hukum di Indonesia, jika tidak patuhi hukum, maka kami minta agar perusahaan tersebut ditutup, karena hal ini juga menyangkut marwah kedaulatan bangsa, jangan sampai diinjak-injak oleh asing,” pungkas Ristadi.