Pandangan KSPN Terhadap Permenaker No 5 tahun 2023

JAKARTA (kspncenter.com), Pemerintah telah menerbitkan kebijakan/regulasi baru melalui Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 5 Tahun 2023 tentang Penyesuaian Waktu Kerja dan Pengupahan pada Perusahaan Industri Padat Karya Tertentu Berorientasi Ekspor yang Terdampak Perubahan Ekonomi Global, hal ini berpotensi menimbulkan permasalahan baru bagi kehidupan pekerja/buruh di Indonesia, khususnya bagi pekerja/buruh yang bekerja pada sektor industri padat karya.

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN) Ristadi berpendapat, “Permenaker Nomor 5 Tahun 2023 yang baru diterbitkan ini pastinya akan mengundang masalah baru, aturan yang membolehkan Industri Padat Karya untuk memotong upah pekerja/buruh sebesar 25%, atau memberikan upah pekerja sebesar 75% dari ketentuan upah setempat, jelas merugikan pekerja/buruh.

Pada pasal 8 Permenaker Nomor 5 tahun 2023 disebutkan bahwa perusahaan industri padat karya berorientasi ekspor diperbolehkan melakukan penyesuaian besaran Upah Pekerja/Buruh. Dengan ketentuan upah yang dibayarkan kepada pekerja/buruh paling sedikit 75% dari upah yang biasa diterima,” Jelas Ristadi.

“Kami menilai, Permenaker Nomor 5 tahun 2023 ini akan menyebabkan upah pekerja di sektor padat karya industri berorientasi ekspor akan dibayar di bawah ketentuan Upah Minimum yang berlaku, Permenaker ini tidak sejalan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, baik di Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Undang-Undang No.11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan Undang-Undang No. 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh,” lanjut Ristadi.

Dalam pasal 5 disebutkan bahwa perusahaan industri padat karya tertentu berorientasi ekspor yang terdampak perubahan ekonomi global dapat melakukan penyesuaian waktu kerja. Dengan beberapa bentuk penyesuaian yaitu kurang dari tujuh jam satu hari dan 40 jam 1 minggu untuk enam hari kerja dalam satu minggu.

Terdapat juga pengurangan waktu kerja dalam bentuk kurang dari delapan jam satu hari dan 40 jam satu minggu untuk lima hari kerja dalam satu minggu. Penyesuaian waktu kerja diatur dalam kesepakatan antara pengusaha dengan Pekerja/Buruh.

Permenaker No. 5 Tahun 2023 Bertentangan Dengan Ketentuan Undang-Undang Yang Berlaku

Padahal aturan upah yang diatur dalam undang-undang, pengusaha dilarang membayar upah lebih rendah dari upah minimum, maka Permenaker no. 5 tahun 2023 ini telah bertentangan dengan ketentuan di Undang-Undang yang berlaku.

“Meskipun Permenaker mensyaratkan adanya persepakatan antara pekerja/buruh dengan pengusaha dalam membayar upah di bawah upah minimum yang berlaku, maka Perjanjian atau kesepakatan tersebut mestinya batal demi hukum, karena bertentangan dengan Undang-undang yang berlaku,” kata Ristadi.

Pemerintah ingin memperhatikan kepentingan pengusaha yang menjalankan perusahaan padat karya yang berorientasi ekspor yang terdampak pada ekonomi global, namun mengorbankan kepentingan pekerja/buruh, seharusnya pemerintah memberikan insentif bagi perusahaan terdampak tersebut tanpa mengurangi hak pekerja/buruh yang seharusnya didapat.

“Kami KSPN Nusantara menyatakan keberatan dan menolak Permenaker No 5 tahun 2023 tersebut, karena berpotensi merugikan dan menurunkan kesejahteraan bagi pekerja/buruh Indonesia, khususnya yang bekerja di sektor industri padat karya,” pungkas Ristadi, Presiden KSPN Nusantara.

Sementara Wasekjen DPP KSPN yang juga sebagai anggota LKS Tripartit Nasional, Heru Budi Utoyo, mengungkapkan kekecewaan saat dengar pendapat pada rapat LKS Tripartit Nasional, sebelum diterbitkan permenaker no 5 tahun 2023, “Kami telah menyampaikan agar rencana penerbitan Permenaker dipertimbangkan lagi, jangan sampai regulasi baru yang diterbitkan oleh Pemerintah akan mengundang keresahan baru, khususnya bagi pekerja/buruh,” kata Heru.

“Kami mengusulkan agar drafting permenaker dapat di share atau dikirim ke Serikat Pekerja/Serikat Buruh dan Pengusaha agar dapat dipelajari dan mendapat masukan dari berbagai pihak sebelum diterbitkan, kami juga meminta agar pemerintah mempertimbangkan antara manfaat dan mudharat nya terkait rencana menerbitkan permenaker, jangan sampai nasibnya sama seperti regulasi regulasi yang pernah diterbitkan pada saat yang kurang tepat, sehingga terjadi penolakan atas terbitnya permenaker tersebut, namun ternyata permenaker tersebut tetap diterbitkan,” jelas Heru dengan rasa kecewa.