Pemerintah Terbitkan PERPPU tentang Cipta Kerja, ini Sikap KSPN

Jakarta (2/1/2023), Pemerintah Pusat telah menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPPU) No. 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja pada tanggal 30 Desember 2022 sebagai pengganti Undang-undang No.11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang dinyatakan Inkonstitusional Bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi pada tanggal 25 November 2021 yang lalu melalui Putusan No. 91/PUU-XIII/2020.

Dalam Putusan tersebut, Mahkamah Konstitusi memerintahkan untuk perbaikan Undang-Undang Cipta Kerja dalam jangka waktu paling lama dua tahun sejak putusan diucapkan. Dan apabila dalam tenggang waktu tersebut tidak dilakukan perbaikan, maka Undang-undang Cipta Kerja dinyatakan inkonstitusional secara permanen.

Selain itu, Mahkamah Konstitusi juga memerintahkan Pemerintah untuk menangguhkan segala tindakan atau kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas serta tidak dibenarkan pula menerbitkan peraturan pelaksana baru yang berkaitan dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

Penilaian KSPN Terkait Terbitnya PERPPU Cipta Kerja

Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN) menilai penerbitan PERPPU ini tidak sesuai dengan harapan buruh, bahkan dalam kajian yang dilakukan oleh KSPN terkait PERPPU tersebut, khususnya dalam kluster ketenagakerjaan, maka bisa disimpulkan bahwa isi dari PERPPU ini tidak ada perubahan yang mendasar dibanding dengan Undang-undang Cipta Kerja yang masih bermasalah, dan tidak ada upaya untuk memperbaiki kondisi buruh, hal ini terkesan hanyalah akal-akalan Pemerintah untuk melaksanakan kehendaknya, yang sebenarnya tidak menghendaki adanya perbaikan atas persoalan yang mendasar pada UU Cipta Kerja yang dinyatakan Inkonstitusional bersyarat tersebut.

Presiden KSPN, Ristadi menyayangkan atas menerbitkan PERPPU No. 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja tersebut, “Kami menyayangkan terbitnya PERPPU tersebut yang berpotensi akan membuat kegaduhan baru atas kebijakan baru menjelang tahun baru 2023. Penerbitan PERPPU ini telah menimbulkan kembali pro dan kontra bagi masyarakat,” ungkap Ristadi.

“Sebenarnya yang kami inginkan adalah PERPPU tentang Pembatalan Undang-Undang Cipta Kerja, karena telah menimbulkan persoalan didalam ketenagakerjaan pada khususnya,” lanjut Ristadi.

Penerbitan PERPU tentang Cipta Kerja ini menunjukkan keberpihakan pemerintah kepada investor atau pemodal, dan berpihak kepada pengusaha dengan mengorbankan hak-hak pekerja dan masyarakat untuk mendapatkan perlindungan dan kesejahteraan dari Negara.